PROFESI, ETIKA, KOMPETENSI, TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB KEGURUAN DALAM PEMBELAJARAN

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di tengah berbagai gugatan terhadap dunia pendidikan nasional, termasuk Madrasah, peran sentral guru dalam meningkatkan kualitas pendidikan sulit diabaikan. Pada dasarnya, guru secara khusus sering diistilahkan sebagai “jiwa bagi tubuh” pendidikan. Sebagai pengajar atau pendidik, guru merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan setiap upaya pendidikan. Salah satu kemampuan dasar yang harus dimiliki guru adalah kemampuan dalam merencanakan dan melaksanakan proses belajar mengajar. Kemampuan ini membekali guru dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pengajar. Belajar dan mengajar terjadi pada saat berlangsungnya interaksi antara guru dengan siswa untuk mencapai tujuan pengajaran.

Untuk itu, dalam dunia pendidikan perlu diketahui lebih lanjut akan pentingnya suatu etika bagi guru dimana guru tersebut merupakan suri tauladan bagi peserta didiknya, sehingga apabila tidak memiliki etika yang baik maka akan merusak mentalitas siswanya. Dimana peserta didik meniru akan apa yang dilakukan oleh pendidik. Seorang pendidik yang berkualitas unggul adalah memiliki sebuah kompetensi dalam menjalankan profesinya. Sehingga rencana pembelajaran yang telah disusun dapat berjalan lancar.

1.2 Rumusan Masalah

Masalah-masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut:

a. Bagaimana profesi guru dalam proses pembelajaran?

b. Bagaimana etika guru yang harus dimiliki dalam pembelajaran?

c. Apa saja kompetensi yang harus dimiliki oleh guru?

d. Apa saja tugas dan tanggung jawab guru dalam pembelajaran?

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Profesi Guru

Seorang guru sebelum memulai tugasnya ia harus mempelajari pendidikan yang sedang dilaksanakan. Setiap akan mengajar, guru perlu membuat persiapan mengajar dalam rangka melaksanakan sebagian dari rencana bulanan dan rencana tahunan. Dan dalam melaksanakan tugasnya, guru perlu mengadakan kerja sama dengan orang tua peserta didik, dan dengan badan-badan kemasyarakatan yang kiranya perlu diketahui peserta didik dalam rangka kurikulum sekolah. Dengan demikian, pada akhirnya masyarakat akan mengakui bahwa pekerjaan guru adalah suatu pekerjaan mulia.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejuruan dan sebagainya) tertentu. Profesional adalah bersangkutan dengan profesi, memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya, dan mengharuskan adanya pembayaran untuk melakukannya.

Profesi guru dan profesi dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:

a. memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;

b. memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia;

c. memiliki kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas;

d. memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas;

e. memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan;

f. memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja;

g. memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat;

h. memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan; dan

i. memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan keprofesian bagi guru dan memiliki organisasi profesi keilmuan bagi dosen[1].

(1) Pemberdayaan profesi guru atau pemberdayaan profesi dosen diselenggarakan melalui pengembangan diri yang dilakukan secara demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif, dan berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, kemajemukan bangsa, dan kode etik profesi.

Menurut Mukhtar Lutfi[2], ada delapan kriteria yang harus dipenuhi agar dapat disebut sebagai profesi, yaitu:

a. Panggilan hidup yang sepenuh waktu,

b. Pengetahuan kecakapan/ keahlian,

c. Kebakuan yang universal,

d. Pengabdian,

e. Kecakapan diagnostik dan kompetensi aplikatif,

f. Otonomi,

g. Kode etik, dan

h. Klien.

Di samping itu, profesi guru juga memerlukan persyaratan khusus[3] antara lain:

a. Menuntut adanya keterampilan yang berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam.

b. Menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya.

c. Menuntut adanya tingkat pendidikan keguruan yang memadai.

d. Adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakannya.

e. Memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan. (Drs. Moh. Ali, 1989)

Atas dasar persyaratan tersebut, maka jabatan professional seorang guru harus ditempuh melalui jenjang pendidikan yang khusus mempersiapkan jabatan itu. Demikian pula dengan profesi guru, yang mana harus ditempuh melalui jenjang pendidikan, seperti Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD), IKIP dan Fakultas Keguruan di luar lembaga IKIP lainnya.

Di Indonesia, upaya yang dilakukan untuk meningkatkan profesi guru sekurang-kurangnya menghadapi dan memperhitungkan empat faktor, yaitu ketersediaan dan mutu calon guru, pendidikan pra jabatan, mekanisme pembinaan dalam jabatan dan peranan organisasi profesi.

2.2 Etika Guru

Menurut bahasa istilah etika berasal dari bahasa Yunani yaitu ethos yang berarti adat-istiadat atau kebiasaan, perasaan batin, kecenderungan hati untuk melakukan perbuatan. Dalam kajian filsafat, etika merupakan bagian dari filsafat yang mencakup metafisika, kosmologi, psikologi, logika, hukum, sosiologi, ilmu sejarah, dan etistika. Etika juga mengajarkan tentang keluhuran budi baik dan buruk seseorang.

Etika adalah sebuah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan perilaku manusia dalam hidupnya.

Menurut Magnis Suseno, etika adalah sebuah ilmu dan bukan sebuah ajaran, dan yang memberi kita norma tentang bagaimana kita harus hidup adalah moralitas[4]. Disamping itu, kita juga bisa mengatakan bahwa moralitas adalah petunjuk konkrit yang siap pakai tentang bagaimana kita harus hidup sedangkan etika adalah perwujudan dan pengejawantahan secara kritis dan rasional ajaran moral yang siap pakai itu. Karena etika adalah refleksi kritis terhadap moralitas, maka etika tidak bermaksud untuk membuat orang bertindak sesuai dengan moralitas begitu saja melainkan karena ia sendiri tahu bahwa hal itu memang baik baginya. Sedangkan menurut Undang-Undang tentang Guru dan Dosen No 14 Tahun 2005 dalam pasal 43 ayat (2), Kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi norma dan etika yang mengikat perilaku guru dalam pelaksanaan tugas keprofesionalan.

Etika bermaksud membantu manusia untuk bertindak secara bebas dan dapat dipertanggung jawabkan, karena setiap tindakannya itu memang ada alasan-alasan dan pertimbangan-pertimbangan yang kuat mengapa ia bertindak demikian.

Dalam kaitan dengan nilai dan norma yang dipelajari dalam etika, kita menemukan dua macam etika:

a. Etika deskriptif, yaitu etika yang berusaha meneropong secara kritis dan rasional sikap dan pola perilaku manusia dan apa yang dikejar oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika deskriptif berbicara mengenai fakta apa adanya, yaitu mengenai nilai dan pola prilaku manusia sebagai suatu fakta yang terkait dengan situasi dan realitas konrit yang membudaya.

b. Etika normatif, yang berusaha menetapkan berbagai sikap dan pola prilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia, atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia, dan apa tindakan yang seharusnya diambil untuk mencapai apa yang bernilai dalam hidup ini. Etika ini berbicara tentang norma-norma yang menuntun tingkah laku manusia, serta memberi penilaian dan himbauan kepada manusia untuk bertindak sebagaimana seharusnya berdasarkan norma-norma.

Etika dapat dibagi menjadi etika umum dan etika khusus. Etika umum berbicara mengenai kondisi-kondisi dasar bagaimana manusia bertindak secara etis, bagaimana manusia mengambil keputusan secara etis, teori-teori etika dan prinsip-prinsip moral dasar yang menjadi pegangan bagi manusia dalam bertindak serta tolok ukur dalam menilai baik atau buruknya suatau tindakan. Etika umum dapat dianalogikan dengan ilmu pengetahuan, yang membahas mengenai pengertian umum dan teori-teori.

Sedangkan etika khusus adalah penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang kehidupan yang khusus. Penerapan ini bisa berwujud: bagaimana saya mengambil keputusan dan bertindak dalam bidang kehidupan dan kegiatan khusus yang saya lakukan, yang didasari oleh cara, teori dan prinsip-prinsip moral dasar. Etika khusus dibagi lagi menjadi dua, yaitu etika individual dan etika sosial. Etika individual menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya sendiri. Etika sosial berbicara mengenai kewajiban, sikap dan pola prilaku manusia sebagai anggota umat manusia.

Berdasarkan etika guru tersebut, maka apabila seorang guru itu mengajar dalam dunia pendidikan dan tidak sesuai dengan bidangnya maka seorang guru itu harus segera menyesuaikan dirinya dengan realita yang ada. Karena tugas utama seorang guru adalah mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada jalur pendidikan formal, serta pada jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah, termasuk pendidikan anak usia dini. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan maka seorang guru harus memiliki semua kompetensi dalam berbagai bidang, meskipun pada dasarnya dia hanya mampu menguasai satu bidang saja.

2.3 Kompetensi Guru

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (WJS. Purwadarminta) kompetensi berarti kewenangan atau kekuasaan untuk menentukan atau memutuskan sesuatu hal. Pengertian dasar kompetensi (competency) yaitu kemampuan atau kecakapan.

Kompetensi merupakan kemampuan dan kewenangan guru dalam melaksanakan profesi keguruannya. Jadi, suatu pekerjaan yang bersifat profesional memerlukan beberapa bidang ilmu yang secara sengaja harus dipelajari dan kemudian diaplikasikan bagi kepentingan umum, sebagaimana tugas dan tanggung jawab seorang guru. Tugas dan tanggung jawab guru erat kaitannya dengan kemampuan yang disaratkan untuk memangku profesi yang dimiliki.

Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas profesionalnya[5]. Kompetensi guru tersebut meliputi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 yang mana meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Ketentuan lebih lanjut mengenai kompetensi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah[6].

Kemampuan dasar tersebut tidak lain ialah kompetensi guru. Cooper mengemukakan empat kompetensi guru, antara lain: mempunyai pengetahuan tentang belajar dan tingkah laku manusia; mempunyai pengetahuan dan menguasai bidang studi yang dibinanya; mempunyai sikap yang tepat tentang diri sendiri, sekolah, teman sejawat dan bidang studi yang dibinanya; serta mempunyai keterampilan teknik mengajar[7].

Menurut Glasser ada empat hal yang harus dikuasai guru, antara lain: (a) menguasai bahan pelajaran, (b) kemampuan mendiagnose tingkah laku siswa, (c) kemampuan melaksanakan proses pengajaran, dan (d) kemampuan mengukur hasil belajar siswa.[8]

Bertolak dari pendapat di atas, maka kompetensi guru dapat dibagi menjadi tiga bidang, yaitu:

a. Kompetensi bidang kognitif, artinya kemampuan dalam bidang intelektual.

b. Kompetensi bidang sikap, artinya kesiapan dan kesediaan guru terhadap berbagai hal yang berkenaan dengan tugas dan profesinya.

c. Kompetensi perilaku (performance), artinya kemampuan guru dalam berbagai keterampilan/ berperilaku.

Ketiga bidang kompetensi di atas tidak berdiri sendiri-sendiri melainkan saling berhubungan atau mempengaruhi satu sama lain. Yaitu memiliki hubungan yang hierarkhis, artinya kompetensi yang satu mendasari kompetensi yang lain.

Dan ukuran keberhasilan guru secara sederhana ialah apabila peserta didik bertambah gairah belajar; bila hasil belajar peserta didik meningkat; bila disiplin sekolah membaik; bila hubungan antara guru, orang tua, dan masyarakat menjadi mesra. Ringkasnya, bila kompetensi guru menjadi lebih baik dan wajar tentu pada suatu saat masyarakat sebagai stakeholder dapat meminta prestasi guru meningkat lebih baik, dalam rangka peningkatan akuntabilitas sekolah yang seharusnya memang berlangsung secara berkesinambungan.

2.4 Tugas dan Tanggung Jawab Pengajar

Masalah utama pekerjaan atau profesi adalah implikasi dan konsekuensi jabatan yang dimiliki oleh seseorang terhadap tugas dan tanggung jawabnya. Hal ini dianggap penting sebab di sinilah perbedaan pokok antara profesi yang satu dengan profesi yang lainnya.

Menurut Peters[9], ada tiga tugas dan tanggung jawab guru, yaitu: guru sebagai pengajar; guru sebagai pembimbing; dan guru sebagai administrator kelas. Ketiga tugas yang telah disebutkan merupakan tugas pokok profesi guru.

Pandangan modern yang dikemukakan oleh Adams & Dickley menyatakan bahwa peran guru sesungguhnya sangat luas, meliputi:

a) Guru sebagai pengajar (teacher as an instructor)

b) Guru sebagai pembimbing (teacher as a counsellor)

c) Guru sebagai ilmuwan (teacher as a scientist)

d) Guru sebagai pribadi (teacher as a person)

Kalau kita melihat pada perubahan-perubahan transisional yang terjadi dalam pengajaran yang mana menambah kesempatan bagi para peserta didik untuk belajar dan berkembang, dan di lain pihak berdasarkan peranan professional guru modern maka sudah barang tentu menimbulkan atau menambah tanggung jawab guru menjadi lebih besar. Tanggung jawab guru itu adalah sebagai berikut:

a) Guru Harus Menuntut Para Peserta Didik Belajar

Guru harus membimbing peserta didik agar mereka memperoleh keterampilan-keterampilan, pemahaman, perkembangan berbagai kemampuan, kebiasaan-kebiasaan yang baik, dan perkembangan sikap yang serasi.

b) Turut serta Membina Kurikulum Sekolah

Sesungguhnya guru merupakan seorang key person yang paling mengetahui tentang kebutuhan kurikulum yang sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik. Oleh karena itu, wajar apabila guru turut aktif dalam pembinaan kurikulum di sekolahnya. Paling tidak guru memberi saran-saran yang berguna demi penyempurnaan kurikulum kepada pihak yang berwenang.

c) Melakukan Pembinaan terhadap Diri Siswa (Kepribadian, Watak, dan Jasmaniah)

Mengembangkan watak dan kepribadian diri siswa sehingga mereka memiliki kebiasaan, sikap, cita-cita, berpikir dan berbuat, berani dan bertanggung jawab, ramah dan mau bekerjasama, bertindak atas dasar nilai-nilai moral yang tinggi, semuanya merupakan tanggung jawab guru. Peserta didik menjadikan guru sebagai model dan mereka menirunya melalui pergaulan sehari-hari dengan guru.

d) Memberikan Bimbingan kepada Peserta Didik

Bimbingan kepada peserta didik agar mereka mampu mengenal dirinya sendiri, memecahkan masalahnya sendiri, mampu menghadapi kenyataan dan memiliki stamina emosional yang baik, sangat diperlukan. Mereka perlu dibimbing ke arah terciptanya hubungan pribadi yang baik dengan temannya di mana perbuatan dan perkataan guru dapat menjadi contoh yang hidup bagi peserta didiknya.

e) Melakukan Diagnosis Atas Kesulitan Belajar dan Mengadakan Penilaian Atas Kemauan Belajar

Guru bertanggung jawab menyesuaikan semua situasi belajar dengan minat, latar belakang, dan kematangan peserta didik. Dan guru juga bertanggung jawab mengadakan evaluasi terhadap hasil belajar dan kemajuan belajar serta melakukan diagnosis dengan cermat terhadap kesulitan dan kebutuhan siswa.

f) Menyelenggarakan Penelitian

Bagi seorang guru, keahlian dalam bidang penelitian merupakan tanggung jawab professional sebagaimana halnya para dokter, insinyur, dan sebagainya. Keahlian ini harus dimiliki sama baiknya seperti keahlian para pekerja penelitian yang telah terlatih (trained investigator).

g) Mengenal Masyarakat dan Ikut Serta Aktif

Guru tak mungkin melaksanakan pekerjaannya secara efektif, jikalau ia tidak mengenal masyarakat seutuhnya dan secara lengkap. Guru harus mengenal mayarakat, karena dengan demikian guru dapat mengenal diri siswa dan dapat menyesuaikan pelajarannya secara efektif. Dan guru sebaiknya turut aktif dalam kegiatan-kegiatan yang ada dalam masyarakat. Apabila hal ini dilakukan maka guru akan mendapat peluang yang baik untuk menjelaskan tentang keadaan sekolah kepada masyarakat itu, sehingga mendorong masyarakat untuk turut memikirkan kemajuan pendidikan anak-anak mereka.

h) Menghayati, Mengamalkan, dan Mengamankan Pancasila

Pancasila merupakan pandangan hidup bangsa yang mendasari semua sendi-sendi dan kehidupan nasional, baik individu maupun masyarakat kecil sampai dengan kelompok sosial yang terbesar termasuk sekolah. Pendidikan bertujuan membentuk manusia Pancasila sejati, yang berarti melalui pendidikan di antaranya sekolah, kita berusaha semaksimal mungkin agar tujuan itu tercapai. Faktor penentu lainnya adalah kepribadian guru sendiri. Guru tak mungkin mendidik siswa menjadi manusia Pancasila, jikalau guru sendiri tidak memiliki kepribadian Pancasila, karena kepribadian guru merupakan contoh atau model bagi siswa.

i) Turut serta Membantu Terciptanya Kesatuan dan Persatuan Bangsa dan Perdamaian Dunia

Guru bertanggung jawab untuk mempersiapkan siswa menjadi warga yang baik. Pengertian yang baik adalah memiliki rasa persatuan dan kesatuan sebagai bangsa. Dan guru harus pula turut bertanggung jawab mengembangkan kesadaran internasional dalam diri siswa. Para siswa perlu menyadari, bahwa persahabatan antar bangsa sangat diperlukan guna memupuk perdamaian dunia.

j) Turut Menyukseskan Pembangunan

Pembangunan adalah cara yang paling tepat guna membawa masyarakat ke arah kesejahteraan dan kemakmuran bangsa. Pada garis besarnya pembangunan itu meliputi pembangunan dalam bidang mental spiritual dan bidang fisik materiil.

k) Tanggung Jawab Meningkatkan Peranan Profesional Guru

Pada dasarnya guru sangat perlu meningkatkan peranan dan kemampuan profesionalnya. Peningkatan kemampuan itu meliputi kemampuan untuk melaksanakan tanggung jawab dalam melaksanakan tugas-tugas di dalam sekolah dan kemampuan yang diperlukan untuk merealisasikan tanggung jawabnya di luar sekolah.

BAB III

ANALISIS DATA

3.1 Hasil Analisis Data

Dari beberapa uraian diatas dapat dianalisis bahwa seorang guru atau dosen yang berpegang pada profesinya cenderung membantu siswa atau mahasiswa yang mengalami kesulitan belajar, meskipun di luar jam pelajaran tanpa memungut imbalan jasa bagi kepentingan pribadinya. Profesi merupakan bidang kegiatan yang harus dijalankan seseorang dengan kunci keberhasilan yang terletak pada taraf kemahiran dan kearifan orang yang menjalankanya. Derajat seseorang tidak dapat diperoleh melalui jalan pintas atau terobosan karena keprofesionalan ini dimantapkan oleh pengalaman melalui proses belajar dan latihan yang berkesinambungan.

Pada saat ini, jika ditinjau dengan realitas keprofesian seseorang yang terlihat di lapangan maka dapat dikatakan bahwa suatu profesi yang dimiliki oleh seseorang itu tidak begitu diperhatikan. Dan konsep dari profesi itu sendiri sering disalahartikan. Sehingga menimbulkan banyak permasalahan dan kesalahpahaman dalam kehidupan masyarakat akan profesi tersebut. Ditinjau dari segi arti, profesi dapat diartikan dengan suatu bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan dengan keahlian, kesenian, dan keterampilan tertentu, dan diakui oleh pemerintah serta mendapat gaji dari pemerintah. Sedangkan di lapangan masih terdapat asumsi-asumsi masyarakat yang menyatakan bahwa profesi itu adalah suatu predkat yang melekat pada diri seseorang dengan apa yang mereka kerjakan, seperti sopir, pedagang, penjahit, dll.

Dan bila keprofesian seseorang tersebut ditinjau dalam peraturan yang ada, maka masing-masing profesi tersebut memiliki tanggungjawab akan kegiatan yang mereka jalani. Dimana dalam peraturan pemerintah disebutkan bahwa mereka yang melanggar hukum maka wajib diberi sanksi. Akan tetapi dalam realitanya, apabila terdapat seseorang yang tidak bertanggungjawab akan profesi yang dimiliki, maka dia justru mendapat imbalan dan didukung oleh pihak-pihakn tertentu.

Dengan demikian, untuk mengantisipasi diri kita akan hal-hal tersebut, kita harus mendasari diri kita dengan rasa tanggungjawab penuh akan apa yang kita lakukan. Dan berusaha untuk menjadi seseorang yang professional dalam segala hal. Seseorang yang professional maka dia tidak akan mudah terpengaruh akan hal-hal buruk dan mampu menentukan atau memilih hal yang terbaik bagi dirinya sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

- Sudjana, Nana. 2004. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo

- Usman, Uzer, Moh. 2001. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

- Nurdin, Syafruddin. 2002. Guru Profesional & Implementasi Kurikulum. Jakarta: Ciputat Pers

- Departemen Agama, Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam. Wawasan Tugas Guru dan Lembaga Kependidikan. Jakarta. 2005

- Poedjawiyatna. 1982. Etika Filsafat Tingkah Laku. Jakarta: Rineka Cipta.

- Salam, Burhanuddin. Etika Sosial. Jakarta. Rineka Cipta.

- Abdullah, Yatimin. Pengantar Studi Etika. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

- As’ad sungguh. Etika profesi. Jakarta : sinar grafika 2004



[1] UU tentang Guru dan Dosen. 2005. BAB III, Prinsip Profesionalitas, pasal 7.

[2] Nurdin, H. Syarifudin, dkk. 2002. Profesi dan Profesionalisasi Jabatan Guru, Guru Profesional & Implementasi Kurikulum. Jakarta: Ciputat Pers. p. 16-17

[3] Uzer, Moh. Usman. 2001. Tugas, Peran, dan Kompetensi Guru, Menjadi Guru Profesional,. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, p. 15

[4] Abdullah, Yatimin, Pengantar Studi Etika. Jakarta. PT: Raja Grafindo Persada. p. 4

[5] UU tentang Guru dan Dosen. 2005. BAB I, Ketentuan Umum, pasal 1, ayat 10.

[6] UU tentang Guru dan Dosen. 2005. BAB IV, GURU,Bagian Kesatu, tentang Kualifikasi, Kompetensi, dan Sertifikasi, Pasal 10, ayat 1 dan 2.

[7] Nana Sudjana. 2004. Tugas Tanggung Jawab dan Kompetensi Guru, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo. p. 17-18

[8] Nurhaida Amir Das, Rudito, Desain Instruksional (Jakarta, P3G Depdikbud, 1981), p.1

[9] H Peters, Cw Burnett, GF Farwell. 1963. Introduction to Teaching. New York: Mc Millan Company. p. 74

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rinduku sahabat

TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK